Jumat, 29 Agustus 2008

Amuk Massa Main Hakim Sediri

Amuk Massa Main Hakim Sediri,
Katarsis Masyarakat yang “Sakit



Berita amuk masa yang mengakibatkan korbannya (yang belum tentu bersalah) tewas mengenaskan, membuat kita makin prihatin. Salah satu contoh, seperti diberitakan Warta Kota (5/10), tewasnya Jarnudin (20) bin Kasan yang berniat meminjam pompa pada tukang ojek karena ban motornya kempes, malah diteriaki maling. Akibatnya, Jarnudin dihajar massa kemudian dibakar hingga tewas dan Ormas2 (baca:”Organisasi Masyarakat”) tertentu yg sering melakukan tindakan hakim sendiri, dsb.
Setiap Kali kita membaca dan menyaksikan berita-berita kekerasan dalam media massa dan elektronik, kita bertanya-tanya: apakah masyarakat kita sedang “sakit” ? mengapa orang makin mudah “curiga dan marah”?
Mengapa orang, jika sudah berada dalam kelompok massa, cenderung “sangat gampang dipancing” untuk melakukan “kekerasan”. Psikolog Jonathan Freedman dalam analisis mereka menamakan proses itu sebagai “Deindividuasi” dimana individu-individu kehilangan rasa tanggung jawab pribadi ketika mereka dalam berada dalam kelompok “
Mereka tidak lagi merasa harus bertanggung jawab secara moral terhadap tindakan mereka dan mereka menganggap setiap anggota kelompok sudah berbagi tanggung jawab. Tak ada seorang pun kuat jika melakukannya sendirian. “Semakin anonim anggota kelompok, mereka semakin tidak bertanggung jawab atas perilaku mereka”
Menurut Emile Durkheim mengenai Perspektif Strain & Penyimpangan Budaya menyatakan tentang perbuatan manusia (terutama perbuatan “salah” manusia) tidak terletak pada diri si individu, tetapi terletak pada kelompok dan organisasi sosial dalam konteks ini Durkheim memperkenalkan istilah “anomie” (hancurnya keteraturan sosial sebagai akibat hilangnya patokan-patokan dan nilai-nilai).
Dengan kata lain kita melihat kepada struktur suatu masyarakat guna melihat bagaimana ia berfungsi, Jika masyarakat stabil, bagian-bagiannya beroperasi lancar, susunan-susunan sosial berfungsi. Masyarakat seperti itu ditandai oleh kepaduan, kerjasama dan kesepakatan. Namun Jika bagian-bagian komponennya tertata dalam keadaan membahayakan keteraturan/ketertiban sosial, susunan masyarakat itu tidak berfungsi (stuctural dysfunctional).
Ini berarti persoalannya struktural. Sayang sarana katarsisnya adalah kekerasan dan agresi. Lebih disayangkan lagi justru sesama wargalah yang menjadi sasaran. Artinya konflik horisontallah yang tercipta, padahal biang keladinya “Masalah Struktural /Stuctural dysfunction”.
Memang ada pendapat yang menyebutkan, maraknya aksi main hakim sendiri saat ini akibat masyarakat makin tak percaya lagi kepada aparat penegak hukum. Polisi dikecam bertindak lamban menangani kasus kejahatan main hakim sendiri, sedangkan jaksa dan hakim dikritik tidak adil menuntut dan menjatuhkan vonis kepada tedakwa.

“Yah...”Pengadilan Rakyat” yang terus menimpa “orang - orang kecil“ yang diteriaki penjahat ini memprihatinkan. Bisa jadi karena sebagian masyarakat frustasi atas situasi saat ini. Frustasi atas ulah elite politik yang hanya “berperang kata” , sementara ekonomi tak kunjung membaik dan harga kebutuhan hidup mencekik leher.
Agaknya tidak ada jalan lain kecuali kita semua mendesak elite negeri dan aparat hukum untuk menangani masalah ini.

Sumber:
1. Penelitian melalui Pengalaman Pribadi.
2. Makalah Mata Kuliah Kriminologi sebagai Tugas Akhir.
3. Berbagai Media Massa &Elektronik.



Salam Kenal buat Bung Wimar Witular.

Salam Kenal Bloggers seluruh Tanah air dan Dunia

Salam Kenal buat bloggers I'm just Newcomer, Back Ground saya hukum, saya bekerja sbg staff Hukum di salah satu perusahaan Telecom di Indonesia, mohon arahan & petunjuknya dalam menjelajahi dunia perblogan ini.

Regards


Liberty