Minggu, 20 September 2009

Reformasi Proses Belajar dan Mengajar

Pada  hari pertama tanggal 9 Mei 2001, pada Pertemuan Konsultasi Regional Asia-Pasifik mengenai APEID  (Asia-Pasific Programme of Educational Innovation for Development -Program Asia Pasifik tentang Inovasi Pendidikan untuk Pembangunan ) di Bangkok, Thailand yang diselenggarakan oleh UNESCO, salah seorang peserta , Dr. Rung Kaewdang, Sekertaris Jenderal Kantor Komisi Pendidikan Nasional Thailand  memperkenalkan sebuah Proses Belajar Akademi Pelatihan  Monyet Khruu Somporn yang telah mengembangkan model pembelajaran yang sudah lama dalam dunia pendidikan kita mencari-carinya karena memang  essensi-esssensi penting pembelajaran tersebut telah hilang dari sekolah-sekolah kita. Inilah delapan essensi pembelajaran tersebut :

1. Persiapan untuk Kesiapsiagaan

Disekolah-sekolah Dasar kita, kita harus berupaya untuk menjamin bahwa semua siswa berada dalam keadaan sehat. Bagi siswa-siswa yang lamban belajarnya, hendaknya diperiksa penglihatan, pendengaran, dan keadaan psikologisnya. Kita harus menemukan masalah-masalah apa yang mempengaruhi yang merugikan proses pembelajarannya.

2. Totalitas Kasih Sayang dan Perhatian Guru kepada Siswa

Banyak guru yang memandang pengajaran hanya sebagai pekerjaan untuk mencari nafkah. Khruu Somporn memberikan seluruh waktunya bagi siswa-siswanya. Namun pada umumnya guru tidak memberikan cukup waktu untuk siswa-siswanya. Jadi, siswa-siswa yang mempunyai masalah-masalah  mungkin beralih menggunakan obat-obat terlarang atau menghabiskan waktunya dengan cara-cara yang negatif  atau bahkan membahayakan masyarakat.

3. Pengajaran Perorangan

Pengajaran harus meyakinkan para siswa seorang demi seorang, guru harus memperhatikan/melihat apa yang terjadi dengan siswa-siswanya melalui pendekatan pedagogik inovatif  seperti pengajaran dan pembelajaran sesuai dengan kenyataan atau pengalaman (empiris/kontekstual) 

4. Pengajaran yang Menempatkan  Siswa di Pusat Pembelajaran

Para guru menyiapkan kurikulum dan melakukan penilaian (Testing), siswa-siswa "belajar" dengan menghafalkan, bukan dengan penelitian. Mereka (baca : "siswa") juga tidak tahu bagaimana  caranya memecahkan masalah-masalah dan tidak mempunyai kesempatan untuk menyelidiki sendiri dan melakukan apa saja yang diminatinya mengikuti rasa ingin tahu alamiahnya. Mulai sekarang, guru-guru harus mengubah gaya mengajarnya, karena didunia sekarang ini siswa-siswa harus belajar dari kehidupan sehari-hari , seperti dari alam sekitar, lingkungan, media informasi radio, TV, Surat Kabar, Internet dsb. Para guru hendaknya menjadi fasilitator bagi siswa, mendukung para para siswa dan memberikan bantuan kepada mereka secara berlanjut.

5. Belajar yang menitikberatkan pada Melakukan

John Dewey (1929-1938) menemukan bahwa cara belajar yang paling mangkus adalah dengan melakukan, sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk berpikir dan menganalisis melalui praktik yang memadai untuk benar-benar memecahkan masalah-masalah dan menganalisis situasi. Para guru hendaknya menerima kenyataan bahwa guru seharusnya tidak mengajar siswa untuk menggunakan benaknya, melainkan agar siswa untuk sibuk dalam berpikir kritis yang aktif  untuk lebih kreatif , dan tidak mengajarkan siswa-siswa dengan cara yang membosankan dan tidak menanantang/menyenangkan.

6. Kualitas dan Standar Pendidikan 

Khruu Somporn menjamin kualitas siswa-siswanya , tetapi sekolah-sekolah kita tidak dapat melakukan apa-apa untuk menilai kualitas siswa. Di Amerika Serikat, sebagai akibat reformasi pendidikan di tahun 1999, setiap siswa diharapkan mampu membaca sesudah kelas tiga, dan setiap siswa harus mampu  melakukan penelitian melalui internet (Bill Clinton, 1999), Kosta Rika telah mengumumkan suatu prakarsa baru yang berani dan menggairahkan. Mulai tanggal 1 Agustus 2000, setiap orang Kosta Rika dijamin akan mendapatkan akses gratis ke Internet (Darling, Los Angeles Times, 18 Juni 2000). Belum  ada negara lain di dunia ini  yang membuat komitmen seperti itu.  

7. Diploma versus Pengetahuan nyata dan keahlian

Di Negara kita menyakini betapa pentingnya sertifikat dan diploma dipasar kesempatan kerja . Akibatnya orang belajar hanya untuk sertifikat, bukan pengetahuan atau keahliannya yang dapat diimplementasikan setelah tamat.

8. Kesangkilan Administratif

Kita harus kembali dan mempertimbangkan serta meninjau "tujuan membangun lembaga-lembaga itu untuk apa." Umpamanya, kita mendirikan sekolah untuk belajar mengajar, jadi kita perlu menetapkan tujuan bahwa belajar-mengajar bersifat fundamental. Ini sangat berbeda dengan sistem pendidikan kita dimana kita menggunakan hampir semua anggaran untuk "administrasi " yang bersifat kemewahan. Contoh : pengeluaran seperti membangun pagar-pagar yang indah dan fantastis/berlebihan yang tidak mempunyai kaitan langsung dengan proses pembelajaran.

Sources :
- Rung Kaewdang, Phd, "Learning from Monkeys", Thailand, 2001
- Materi Perkuliahan, "Creativity and Leadership oleh Prof. W.P Napitupulu.

*)bagi-bagi pegetahuan untuk pembangunan dan kemajuan dunia pendidikan.